VIVAlife - Membentak kerap
dilakukan orangtua ketika anak-anak mereka melakukan kesalahan. Namun,
berdasarkan sebuah penelitian terbaru, membentak anak ternyata bisa menimbulkan
dampak negatif saat mereka beranjak remaja.
"Tahukan Anda di dalam setiap kepala seorang anak terdapat lebih dari
10 trilyun sel otak yang siap tumbuh. Satu bentakan atau makian mampu membunuh
lebih dari 1 milyar sel otak saat itu juga. Satu cubitan atau pukulan mampu
membunuh lebih dari 10 milyar sel otak saat itu juga. Sebaliknya 1 pujian atau
pelukan akan membangun kecerdasan lebih dari 10 trilyun sel otak saat itu
juga."
Dari
beberapa artikel dan penelitian disebutkan bahwa, satu bentakan merusak
milyaran sel-sel otak anak kita. Hasil penelitian Lise Gliot, berkesimpulan
pada anak yang masih dalam pertumbuhan otaknya yakni pada masa golden age (2-3
tahun pertama kehidupan, red), suara keras dan membentak yang keluar dari orang
tua dapat menggugurkan sel otak yang sedang tumbuh. Sedangkan pada saat ibu
sedang memberikan belaian lembut sambil menyusui, rangkaian otak terbentuk
indah.
Penelitian
Lise Gliot ini sendiri dilakukan sendiri pada anaknya dengan memasang kabel
perekam otak yang dihubungkan dengan sebuah monitor komputer sehingga bisa
melihat setiap perubahan yang terjadi dalam perkembangan otak anaknya.
“Hasilnya luar biasa, saat menyusui terbentuk rangkaian indah, namun saat ia
terkejut dan sedikit bersuara keras pada anaknya, rangkaian indah menggelembung
seperti balon, lalu pecah berantakan dan terjadi perubahan warna. Ini baru
teriakan,” ujarnya. Dari hasil penelitian ini, jelas pengaruh marah terhadap
anak sangat mempengaruhi perkembangan otak anak. Jika ini dilakukan secara tak
terkendali, bukan tidak mungkin akan mengganggu struktur otak anak itu sendiri.
“Makanya, kita harus berhati-hati dalam memarahi anaknya,” Tidak hanya itu,
juga mengganggu fungsi organ penting dalam tubuh. Tak hanya otak, tapi juga
hati, jantung dan lainnya.
Teriakan dan
Bentakan menghasilkan gelombang suara. Ya, hampir semua orang mengetahui itu.
Yang belum banyak diketahui orang banyak adalah, bentakan yang disertai emosi
seperti marah menghasilkan suatu gelombang baru.
Emosi negatif seperti marah
mempunyai gelombang khusus yang merupakan gelombang yang dipancarkan dari otak.
Gelombang ini dapat bergabung dengan gelombang suara orang yang berteriak. Nah,
gabungan gelombang suara dan gelombang emosi marah ini menghasilkan gelombang
ketiga dengan efek yang khusus.
Efek dari gelombang ketiga ini adalah sifat destruktifnya terhadap sel-sel otak orang yang dituju. Dalam satu kali bentakan saja, sejumlah sel-sel otak orang yang dijadikan target akan mengalami kerusakan saat dia terkena gelombang ini, baik bila dia mendengar suaranya atau pun tidak. Hal ini karena gelombang ketiga ini tetap merambat sebagaimana dia gelombang suara tapi langsung ditangkap oleh otak sebagaimana gelombang otak.
Efek dari gelombang ketiga ini adalah sifat destruktifnya terhadap sel-sel otak orang yang dituju. Dalam satu kali bentakan saja, sejumlah sel-sel otak orang yang dijadikan target akan mengalami kerusakan saat dia terkena gelombang ini, baik bila dia mendengar suaranya atau pun tidak. Hal ini karena gelombang ketiga ini tetap merambat sebagaimana dia gelombang suara tapi langsung ditangkap oleh otak sebagaimana gelombang otak.
Efek kerusakan pada sel-sel otak akan lebih besar pada anak-anak yang dijadikan sasaran bentakan ini. Pada remaja dan orang dewasa mengalami kerusakan yang tidak sebesar anak-anak, tapi tetap saja terjadi kerusakan.
Efek jangka panjangnya dapat dilihat pada orang-orang yang sering mengalami bentakan di masa lalunya. Mereka lebih banyak melamun serta termasuk lambat dalam memahami sesuatu. Orang-orang ini biasanya mudah meluapkan emosi negatif seperti marah, panik atau sedih. Mereka biasanya seringkali mengalami stress hingga depresi dalam hidup, karena kesulitan memahami pola-pola masalah yang mereka hadapi. Semuanya akibat dari sel-sel otaknya yang aktif lebih sedikit dari yang seharusnya.
"Penelitian lain mengindikasikan bahwa
memarahi anak dengan berteriak dapat merusak kepribadian mereka saat
dewasa," ujar Dr Ming-Te Wang, pemimpin penelitian yang juga merupakan
asisten profesor psikologi pendidikan di Universitas Pittsburgh.
Riset yang dipublikasikan dalam jurnal Child Development ini melibatkan 976 orangtua di Amerika Serikat yang sebagian besar merupakan keluarga kelas menengah. Riset mengungkap bahwa orangtua cenderung mengubah cara mendisiplinkan anak saat mereka beranjak remaja.
Riset yang dipublikasikan dalam jurnal Child Development ini melibatkan 976 orangtua di Amerika Serikat yang sebagian besar merupakan keluarga kelas menengah. Riset mengungkap bahwa orangtua cenderung mengubah cara mendisiplinkan anak saat mereka beranjak remaja.
Cara disiplin yang awalnya diterapkan dalam bentuk fisik, kini berubah menjadi verbal yang kasar. Verbal kasar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orangtua yang memarahi anak-anaknya dengan meneriakkan kata-kata kasar.
Seperti dikutip laman Daily Mail, penelitian ini mengungkap bahwa jika orangtua mulai memarahi anak saat berusia 13 tahun, anak tersebut akan berisiko besar memiliki masalah perilaku dan emosional saat dewasa. Anak-anak ini bisa menderita depresi di usia 13 dan 14 tahun. Mereka cenderung berperilaku negatif di sekolah, sering berbohong, mencuri, bahkan berkelahi.
Dr. Wang menegaskan, memarahi anak dengan
berteriak bukan langkah yang efektif dalam menyelasaikan suatu masalah.
Tindakan tersebut justru hanya akan berdampak buruk pada anak. Bahkan meskipun
hubungan si anak dan orangtua sebenarnya cukup dekat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar